Sabtu, 26 April 2014

Sending Love

             Kriiinnnggg…. bel tanda masuk pun berbunyi. Beberapa siswa terlihat berlari-lari kecil menuju kelasnya masing-masing. Aku dan kedua sahabatku sudah berada di kelas sejak tadi pagi. Itu semua karena rumah kami cukup jauh jadi kami selalu berangkat lebih pagi agar tak ketinggalan bis. Tiba-tiba Cindra menepuk bahuku.
            “Heh, ngelamun aja lo!”Aku terkejut dengan kehadirannya yang tak jelas asal usulnya.
            “Buset dah. Lo bisa nggak sehari aja nggak bikin orang kaget? Untung gue nggak jantungan!!” Aku berteriak karena kaget.
            “Hehehe… sorry deh. Eh, lo tau nggak kalo di sekolah kita bakalan ada murid baru? Denger - denger sih pindahan dari Bandung gitu. Wah, pasti keren tuh cowok!” Cindra berandai - andai sambil terus membayangkannya. Nah, mulai deh! Batinku dalam hati. Sementara Cindra sibuk dengan imajinasinya, aku berdiri dan melangkah menghampiri Sami.
            “What happen?” Tanyanya sebelum aku sempat menyapanya.
            “Tuh Cindra. Lagi sibuk ama pangeran khayalannya. Emang bener ya ada murid baru? Cepet banget nyebarnya!”Pertanyaan itupun akhirnya keluar dari mulutku. Walaupun sebenarnya itu tidak penting. Tapi entah kenapa berita anak baru itu membuatku penasaran.
            “Gue juga nggak tau pasti. Yang gue tau dia mulai masuk hari ini dan coba lo bayangin. Dia anak kepala yayasan sekolah kita!”
            “Ssstttt…..” Pak Wawan dateng. Salah satu siswa memperingatkan kami. Dan benar saja. Suara pintu diketuk dari luar.
            “Selamat pagi,anak-anak!”
            “Selamat pagi, Pak!”Jawab anak-anak. Sementara itu, aku sibuk melamun seorang diri. Huh! Biasanya anak kepala yayasan tuh sombong, blagu, and tebar pesona. Moga aja tuh anak nggak sekelas ama gue!
            “Kedatangan Bapak kemari ingin memberi tahu bahwa hari ini kalian mendapatkan teman baru. Dia adalah murid pindahan dari SMA Bandung.”
Glek! Aku langsung terhenyak. Aku dan Sami saling berpandangan. Gila!Baru aja gue berharap biar nggak sekelas, eh malah sekelas! Ini namanya bencana!!
            “Silahkan masuk dan perkenalkan diri.” Semua pandangan tertuju pada satu titik. Ya, pintu! Begitu ia masuk, suasana kelas menjadi hening. Nyaris tak ada suara. Itu semua karena dia sangat handsome. And he’s very cool! Tapi aku kesal!! Sebabnya? Dia mirip artis korea favoritku. KEY Shinee…!
            “Hai, guys. Kenalin nama gue Rasya Adirangga. Gue dari SMA Bandung. Mohon bantuan and kerjasamanya.” Ia memberi salam dengan membungkuk layaknya orang korea. Senyumnya yang khas membuat siapa saja tertarik saat melihatnya.
Selesai, Rasya berjalan ke arahku. Aku jadi salting! Aku lupa bahwa tempat duduk di sebelahku kosong.
            “Ngapain lo ke sini?”Tanyaku berang.
            “Yeee… lo kok galak banget sih! Gue mao duduk situ. Lagian tuh bangku kan mubazir kalo kosong!!” Rasa melemparkan tasnya ke atas meja.
            “Eeehh… emang sapa suruh lo duduk situ?!! Minggir - minggir!!!”
            “Yeee… emang ni bangku udah hak paten lo apa? Gue disini juga bayar!” aku langsung diam seribu bahasa begitu mendengarnya. “Kenapa? Diem juga kan lo!” Rasya tersenyum bangga atas kemenangannya. Tunggu pembalasan gue!!!!!!
                                                                                                   *****

            Beberapa hari kemudian, hubunganku dengan Rasya belum juga membaik. Ada saja perdebatan diantara kami. Hingga akhirnya kami diklat anggota. Kami sama - sama mengikuti sebuah komunitas. Nyebeliin…!!! Kita berangkat pukul 3 sore. Malam harinya kita buat api unggun gitu. Ada yang main gitar, nyanyi, dll. Pokoknya semuanya pada have fun. Ups, ternyata nggak semuanya. Rasya sakit. Parahnya, Rasya anggota dalam timku dan sebagai ketua aku bertanggung jawab atas dirinya. Dasar apeesss!!!!!
            Rasya tertidur pulas ditenda. Berkali - kali aku mengganti kompresnya. Setelah kuperhatikan, Rasya tak seburuk yang kukira. Dia emang agak cuek, tapi nggak sombong and tebar pesona.Tanpa sadar aku mulai terpesona padanya. Miriippp…banget! Andai aja lo bener-bener Key. Ucapku berangan - angan.
            Tiba - tiba Rasya mengigau dan menggenggam tanganku. Waduh, gawat nih! Saat kusentuh dahinya, badannya menggigil dan suhu tubuhnya semakin naik. Aku keluar mencari Pembina dan menyarankan agar Rasya segera di bawa ke rumah sakit terdekat. Sampai di rumah sakit Rasya masuk UGD dan harus di opname selama 5 hari. Hampir setiap hari aku menjenguknya. Sampai-sampai ada yang mengira aku ini kekasihnya.
            Tak terasa 1 minggu berlalu. Rasya sudah sehat dan mulai bersekolah. Baru saja aku datang, Rasya melemparkan senyumnya padaku. Aneh! Pikirku.
            “Hei!” Rasya membuka percakapan.
            “Hei juga. What’s the matter?”
            “Nothing. Gue Cuma mau bilang thanks”
            “Ooh.. it’s ok. Udah tugas gue sebagai ketua tim” Jawabku cuek.
            “Mm… sebenernya gue juga pengen ngomong sesuatu ama lo.” Aku menoleh dan menunggu kata - kata selanjutnya. Rasya menarik tanganku dan mengajakku ke depan kelas. Terang aja, kami jadi pusat perhatian.
            “Lo apa-apaan sih! Malu tau diliatin gini!!”
            “Udah nggak papa.”
Rasya mengambil gitar yang kurasa sudah ia siapkan. Ia menyanyikan lagu “When I’m fallin’ love”. Akhir kata…
            “Victoria, will you be my girl?”
            Spontan aku terlonjak kaget. Begitu juga seisi kelas. Rasya - Victoria yang tadinya sebagai Tom&Jerry, kini berganti haluan menjadi Pangeran dan Cinderella. Sungguh luar biasa. Amazing! Semua masih menantikan jawanbanku. Aku bingung apa yang harus kupilih. Ini seperti kuis yes - no question dalam E-Club yang kuikuti. Dan pertanyaannya bener-bener muter otak kita. Yah, bisa diibaratkan seperti itu.
I keep thinking, thinking dan thinking. Hingga akhirnya..
            “ I will…” Suasana kelas menjadi gaduh dan kami pun tidak luput dari sorakan mereka. Sejak saat itu kami melalui hari-hari bersama. Baik itu suka maupun duka.

                                                                                                 

                                                                   THE END

Jumat, 07 Februari 2014

Black Pearl part. II

            Dumm..!! Terdengar suara dentuman yang sangat keras dari arah utara. Sebuah pesawat mirip pesawat luar angkasa telah mendarat di situ. Pesawat itu tidak lain adalah pesawat Pangeran Jong In. Ia telah berhasil menemukan Black Pearl dan pulang dengan keadaan selamat tanpa luka sedikit pun.
            Pintu pesawat terbuka. Perlahan Pangeran muncul dengan senyum yang merekah di bibirnya. Namun senyuman itu hilang setelah ia menapakkan kakinya di tanah. Pemandangan di sekeliling sangat mengecewakan.
“Apa yang terjadi pada planetku? Ke mana semua rakyatku?” Pangeran melangkahkan kakinya menuju istana. Aneh! Tak ada yang berjaga di pintu gerbang. Padahal ia selalu mengutus pengawal untuk berjaga di pintu gerbang istana. Ia terus saja masuk menuju istana.
            Perlahan Pangeran membuka pintu istana dan tampak seseorang sedang berdiri di samping singgasananya. Orang itu adalah Zyn, penasehat yang kini sedang menyamar sebagai dirinya. Pangeran kemudian menghampirinya.
“Zyn, apa yang terjadi? Ke mana semua orang?” Pangeran memegang pundak Zyn lalu membalik tubuhnya. Alangkah terkejutnya Pangeran ketika melihat tubuh Zyn membiru. Zyn langsung tergeletak tak berdaya di lantai. Pangeran lalu mengangkat kepala Zyn dan meletakkannya di pangkuannya.
“Zyn, apa yang terjadi? Katakan padaku siapa yang melakukan ini!” Dengan suara yang tersisa, Zyn mencoba mengutarakan sesuatu. Pangeran mendekatkan telinganya ke arah Zyn.
“Ha.. hamba min..ta ma..af Pangeran. Penyihir yang me..lakukan semu..a i..ni.” Zyn lalu tak sadarkan diri.
“Zyn..!! Sialan kau penyihir!! Kau akan membayar semua ini!” Pangeran mengepalkan tangannya karena geram.
“Pangeran.. memanggil hamba?” Tiba – tiba penyihir itu muncul di depan pintu istana. Ia melangkah masuk kemudian sedikit membungkuk guna memberi hormat. Ia lalu menengadahkan kepalanya dan tersenyum mengejek.
“Apa yang telah kau lakukan terhadap rakyatku, penyihir!”
“Hahaha.. hamba tidak melakukan apa pun Pangeran. Hamba hanya bermaksud membebaskan planet ini.. darimu Pangeran.”
“Beraninya kau!!” Pangeran langsung menyerang penyihir itu tanpa berpikir bahwa kekuatannya masih belum kembali. Penyihir itu mengeluarkan sihirnya dan Pangeran terpental hingga keluar istana. Penyihir itu tertawa puas atas kemenangannya.
“Ayolah, Pangeran. Kau masih ingin melawanku dengan tangan kosong? Hahaha.. dasar bodoh!” Penyihir mengeluarkan sihirnya lagi dan menembakkannya pada Pangeran. Untunglah ia segera menghindar dengan gesitnya. Sebagai seorang Pangeran ia memang sudah di bekali bela diri sejak kecil.
“Aku memang tidak mempunyai kekuatan saat ini. Tapi aku percaya pada kekuatan keberanian! Hyaa..” Pangeran tetap saja menyerang walaupun ia tahu itu semua sia – sia. Dengan gesit penyihir menghindar lalu dengan kecepatan yang luar biasa ia berada di belakang Pangeran.
“Matilah kau!!” Penyihir lalu menembakkan sihirnya kepada Pangeran dari belakang. Pangeran terpental jauh dan tubuhnya menghantam tembok istana. Ia tergeletak di lantai. Tubuhnya pun melemah. Mungkin sudah saatnya ia meninggalkan dunia ini dalam keadaan seperti itu. Penyihir itu mendekat lalu menendang Pangeran hingga ia terlentang.
“Menyerahlah. Mungkin kau akan kuampuni dan kujadikan budakku, hahaha..” Dalam keadaan seperti itu, Pangeran teringat pada Black Pearl. Teringat akan janji yang harus di penuhinya. Bagaimana pun juga ia telah berjanji pada Black Pearl untuk datang saat ulang tahunnya. Pangeran mencoba bangkit dengan kekuatan yang tersisa. Kejadian itu membuat penyihir semakin geram.
“Ooh.. kau tidak menyerah juga ya? Hahaha.. bagus bagus.” Penyihir bertepuk tangan untuk itu.
“Heh, menyerah? Tidak akan!!” Pangeran kembali menyerang dengan tangan kosong. Pertempuran sengit pun tak dapat terelakkan antara Pangeran dan Penyihir. Penyihir berulang kali menyerang Pangeran dengan sihirnya dan Pangeran pun selalu menghindar dengan gesit.
“Cukup! Hentikan permainan ini. Akan kutunjukkan kehebatanku sekarang!”
“Oh jadi dari tadi kau tidak hebat ya?” Pangeran tertawa mengejek. Penyihir mengucapkan mantranya yang paling dahsyat. Mantra itu adalah mantra penyegel nyawa. Sebenarnya mantra itu sudah tidak digunakan lagi sejak berabad – abad lalu. Rupanya penyihir ini diam – diam mempelajarinya. Pangeran sontak terkejut melihatnya.
“A..apa? Mantra penyegel nyawa? Bukankah..?”
“Ya, mantra yang sudah lama hilang. Namun, aku telah membangkitkannya. Terimalah ini!!” Penyihir menembakkan sihir itu tepat ke arah Pangeran. Pangeran diam tak berkutik di tempatnya.
            Tiba – tiba bayangan Black Pearl muncul di depannya. Dengan tersenyum sambil berkata, “Kau sudah janji datang kan? Maka kau harus menepatinya apa pun yang terjadi.” Lalu dengan tiba – tiba pula bayangan itu hilang. Pangeran menutup matanya. “Ibu, apa yang harus kulakukan sekarang?” Samar – samar terdengar suara mirip ibunya. Tidak! Itu memang ibunya! “Anakku. Engkau tidak perlu kekuatan sihir untuk mengalahkannya. Yang engkau butuhkan adalah kekuatan yang berasal dari hati. Engkau adalah Pangeran, yang berarti sihir tumbuh di dalam dirimu. Ingatlah itu, anakku..” Ibunya lalu menghilang.
            Kekuatan hati? Ah! Pangeran lalu membuka matanya. Ia mulai menggerakkan tangannya. Ia menggunakan sihir pertahanan untuk menahan serangan penyihir.
“Hahaha.. rasakan itu!”Sedikit demi sedikit debu itu mulai menghilang. Terlihat Pangeran masih berdiri tenang di tempatnya.
“A..apa? Bagaimana bisa?” Penyihir tak percaya pada kejadian yang baru terjadi. Pangeran tersenyum. Ia lalu mengepakkan kedua sayapnya. Perlahan ia mulai melayang di udara.
“Kenapa kau seperti terkejut melihatku? Atau kau terpana dengan sayap baruku? Haha.. bukankan sudah kubilang kalau aku percaya dengan kekuatan keberanian. Sekarang giliranku!” Pangeran menembakkan sihir yang luar biasa. Akhirnya penyihir itu tersegel dalam sebuah dimensi lain. “Kau akan tersegel dalam dimensi itu selamanya.”
            Pangeran lalu terbang menuju istananya. Ia berencana akan menata ulang planetnya. Yang paling penting, ia masih dapat memenuhi janjinya untuk menemui Black Pearl.
********
            Minhyo memandang keluar jendelanya. Sepertinya sang bintang sedang ceria. Cahayanya begitu terang menghiasi langit malam. Minhyo lalu mengangkat tangannya. Ia menulis nama Jong dengan menghubungkan bintang yang satu dengan yang lain.
“Ya.. kau akan datang kan? Ulang tahunku 3 hari lagi. Umm.. kau baik – baik saja kan di sana?” Ia tersenyum sambil melambaikan tangan ke salah satu bintang yang paling bersinar. Ia yakin itu adalah Planet Exo.
            Jauh di seberang tata surya, Jong juga melakukan hal yang sama. Ia berada di balkon kamarnya sambil memandangi bintang. “Walaupun bintang – bintang ini sangat indah, namun tak ada yang lebih indah selain engkau Black Pearl.” Sebuah senyuman merekah di bibirnya. Ia masuk ke kamar lalu beristirahat.
            Hari yang di tunggu pun tiba. Tanggal 13 Agustus mungkin hari yang biasa bagi orang lain. Tetapi untuk Minhyo, mungkin hari ini adalah hari yang paling membahagiakan dalam hidupnya. Kenapa tidak? Ia akan bertemu dengan sang Pangeran malam ini.
            Pagi itu Minhyo bersiap – siap pergi ke sekolah. Ia mengambil tas lalu turun untuk sarapan.
“Saengil chukka hamnida..!!” Keluarganya memberikan kejutan untuk Minhyo.
“Ah, kalian mengagetkanku. Gomawo appa, eomma.” Minhyo memeluk appa dan eommanya.
“Kau harus bersemangat Minhyo. Ini hari istimewamu. Jangan sampai kehabisan energi.”
“Ne, algeseumnida. Tidak perlu khawatir soal itu appa.”
“Gurae. Kajja kita makan.” Mereka makan dengan lahapnya. Terakhir, Minhyo meneguk segelas susu yang ada di depannya. “Aku berangkat..”
“Hati – hati di jalan”
            Sampai di gerbang, Minhyo menghentikan langkahnya. Ia menatap gerbang itu dalam – dalam. Gerbang itu mengingatkannya akan Planet Exo. Saat itu ia juga berada di depan gerbang. Setelah menarik nafas yang cukup panjang, ia meneruskan langkahnya.
“Saengil chukka hamnida, Minhyo.” Beberapa temannya mengucapkan selamat ulang tahun padanya. Setelah mengucapkan terima kasih, Minhyo menghampiri Yuri yang sedari tadi memperhatikannya dari pintu.
“Wah wah.. temanmu banyak sekarang.” Yuri sedikit menyindir.
“Ya.. begitulah. Tapi kau tetap yang terbaik Yuri.”
“Oh, jinjja? Saengil chukka hamnida, Minhyo.” Yuri lalu merangkul Minhyo. Kemudian mereka pergi ke kantin sekolah. Yuri memesan beberapa makanan sementara Minhyo hanya tertarik pada minuman. Mereka memilih tempat duduk yang tidak terlalu jauh.
“Minhyo, kau sekarang sudah 17 tahun. Tidakkah kau ingin mencari seseorang yang berarti dalam hidupmu?” Minhyo tidak merespon. Pikirannya sedang melayang jauh ke angkasa.
“Ya.. kau melamun lagi ya?” Yuri segera menyadarkan Minhyo dari lamunannya.
“Oh, mian Yuri.”
“Apa ada sesuatu? Kau tidak menceritakannya padaku?” Yuri jadi cemberut karenanya.
“Ah, andwe. Sebenarnya aku tidak yakin kau akan mempercayainya.”
“Kau saja belum menceritakannya. Bagaimana kau tahu responku?”
“Baiklah baiklah.” Minhyo mulai menceritakan bagaimana ia menemukan sebuah benda sebesar kelereng yang ternyata adalah benda berharga Planet Exo. Ia juga menceritakan saat dirinya berkelana ke Planet Exo dan membongkar rahasia penyihir. Dan yang terakhir ia juga menceritakan bahwa sang Pangeran mengajaknya menjadi Ratunya di Planet Exo.
“Ara. Sekarang kau boleh menertawakanku.” Seketika itu juga Yuri tertawa. Minhyo jadi menyesal telah menceritakannya.
“Kau bercanda kan?” Yuri melihat ekspresi Minhyo yang meyakinkan dan langsung terdiam. “Hmm.. kau tahu? Itu kisah terhebat yang pernah ku dengar! Lalu, di mana dia sekarang?” Ekspresi Minhyo seketika berubah mendengarnya.
“Ups, mian. Tapi apa yang terjadi?”
“Dia kembali ke tempat asalnya. Tapi dia berjanji akan menemuiku pada ulang tahunku yang ke 17.”
“Bukankah itu hari ini? Wah, kau pasti sangat senang hari ini.”
“Mmm.. molla.”
********
            Malamnya, keluarga Minhyo mengadakan pesta sederhana. Yuri juga ikut memeriahkannya. Banyak makanan yang disediakan di situ. Dan yang paling penting adalah kue ulang tahun dengan lilin di atasnya.
“Kami harap kau menyukainya Minhyo. Ya, walaupun sederhana.”
“Eomma, ini lebih dari cukup. Gomawo.”
“Arasseo. Sekarang waktunya tiup lilin. Tapi sebelum itu, kau harus membuat permohonan.” Yuri mulai menyalakan lilinnya. Minhyo merekatkan tangannya lalu memejamkan mata. Ia mulai mengucapkan permohonannya dalam hati. “Aku tidak pernah meminta apa pun dari-Mu. Tapi untuk sekarang, ku mohon. Buatlah ia memenuhi janjinya padaku.”
            Tiba – tiba lilin itu padam. Angin berhembus cukup kencang meskipun semua jendela dan pintu tertutup. Mereka mulai panik atas kejadian itu. Di tengah – tengah kepanikan itu, pintu rumah terbuka. Tak lama terlihat seorang laki – laki muncul. Kedua tangannya disembunyikan di belakang tubuhnya. Dengan santai ia berjalan masuk.
“Maaf aku terlambat. Apa pestanya sudah dimulai?” Tak lupa senyuman khasnya muncul.
“Kau.. Jong kan?” Seru eomma Minhyo. Yuri langsung menatap Minhyo. Seolah berkata, wow! Apa dia malaikat?!
“Lama tak jumpa bi. Aku datang tepat waktu kan?” Ia memandang Minhyo.
“Kau terlambat!” Minhyo menghampirinya perlahan. Ia memukul Jong lalu merangkulnya. Sungguh dekapan yang sangat hangat. Jong lalu mengeluarkan sesuatu yang sedari tadi disembunyikannya di balik tubuh.
“Aku tak tahu apa yang kau suka. Jadi aku hanya membeli ini waktu di jalan.” Ia menyerahkan sebuah boneka teddy bear berwarna biru. Boneka itu memegang hati yang bertuliskan I love you.
“Gomawo. Aku suka.”
“Baiklah, karena semua sudah datang mari kita lanjutkan pestanya.” Mereka melanjutkan pesta yang tadi sempat tertunda. Semuanya benar – benar gembira malam itu. Minhyo apalagi. Tak ada yang pernah benar – benar tulus seperti Jong. Karenanya, ia sangat bersyukur dan bersumpah tidak akan pernah melepaskan Jong apa pun yang terjadi.
“Sebenarnya, bi..” Jong menghentikan kata – katanya.
“Uh, ada apa Jong? Katakan saja.”
“Aku tidak enak mengatakannya bi. Tapi paman dan bibi tahu aku tulus kepada Minhyo. Aku berniat membawanya ke Planetku dan menjadikannya Ratuku.”
“Planet? Ratu? Apa yang kau maksud Jong?”
“Itu benar bi. Jong bukan berasal dari Planet kita.” Yuri tiba – tiba menyela. Ibunya menatap Minhyo. Dengan menyesal Minhyo menganggukkan kepalanya.
“Hmm..” Ayah dan ibunya terdiam.
“Minhyo bisa ke sini kapan saja yang ia mau. Aku janji paman, bibi.” Ayah dan ibunya saling berpandangan. Cukup lama suasana menjadi hening. Hingga akhirnya keputusan di buat.
“Aku tidak akan melarang Minhyo jika itu memang keinginannya.”
“Eomma..”
“Jika begitu.. selamat bergabung di keluarga kami Jong In.”
“Jinjja, appa?”
“Ne..” Minhyo langsung merangkul ayah dan ibunya.
“Aku berjanji akan sering datang. Yuri, gomawo.”
“Gwenchana. Tapi, apakah banyak pemuda tampan sepertimu di sana Jong?” Mereka tertawa kecil.
“Oh, kau ingin juga Yuri? Eumm.. sepertinya adikku cocok denganmu.”
“Neo dongsaeng? Kau tidak pernah cerita.”
“Gurae? Ah, kau akan segera bertemu dengannya bukan?”
“Dongsaeng? Ajak dia kemari jika kau sempat.”
“Arasseo. Bolehkah kami pergi sekarang, bi?”
“Kami mengandalkanmu.”
“Tenang saja paman, bi.” Setelah berpelukan dengan eomma, appa dan Yuri mereka mengantarkan Minhyo ke depan.
“Di mana pesawatnya?” Tanya Minhyo.
“Ah, aku belum memberitahumu ya? Kiat tidak akan naik pesawat.”
“Lalu?”
“Fly!”
“Mwo?” Jong menjetikkan jarinya dan seketika itu juga terdapat sayap di punggung Minhyo. Sayap yang begitu indah seperti pemiliknya.
“Omo! Ini..”
“Indah kan?” Ia mengulurkan tangannya. Perlahan mereka melayang di udara. Tak lupa mereka melambaikan tangan.
“Pasangan yang hebat kan paman, bi?” Yuri membalas lambaian tangannya.
            Setelah cukup terbiasa, Minhyo dan Jong melesat terbang ke angkasa. Menembus awan yang akan membawa mereka ke dalam dimensi lain. Dan kehidupan baru.. akan segera di mulai..

THE END

Black Pearl

“Bagaimana? Kau sudah menemukannya?”
“Maaf, Pangeran. Saya membawa berita duka. Ternyata Black Pearl yang Pangeran cari telah jatuh di sebuah planet yang bernama Bumi.”
“Apa?! Bagaimana bisa? Apa kau tahu bahwa itu adalah benda paling berharga untukku? Benda itu peninggalan ibuku! Perintahkan para pengawal untuk mencarinya! Aku tidak mau tahu. Black Pearl harus berada di tanganku dalam 3 hari. Cepat pergilah!”
“Baik, Pangeran. Saya mohon diri.” Pengawal itu segera beranjak pergi. Ia lalu mengumpulkan pasukan terbaik untuk menjalankan misinya, yaitu mencari “Black Pearl”.
            Pangeran duduk di singgasananya. Ia tak habis pikir. Bagaimana bisa benda yang sangat berharga untuknya bisa jatuh ke planet itu. Black Pearl sudah dilindunginya dengan kekuatan yang luar biasa. Ia terus saja mengumpat. “Jika dalam 3 hari Black Pearl tidak berada di tanganku, terpaksa harus aku yang mengambilnya sendiri. Ibu, bantulah aku!” Pangeran meneteskan air matanya. Tanpa di sadari, seseorang mengintip dari luar. Ia tersenyum, lalu pergi meninggalkan tempat itu.
            3 hari kemudian, para pengawal yang bertugas mencari Black Pearl telah kembali. Wajah mereka tidak menentu antara takut, bingung atau entah apalah. Mereka menghadap sang Pangeran.
“Beribu ampun, Pangeran. Kami tidak berhasil menemukan Black Pearl.”
“Apaa??!! Jadi harus aku sendiri yang mencarinya di planet itu?” Pangeran sangat emosi mendengarnya.
“Ampun, Pangeran. Kami akan mengawal Pangeran.”
            Pangeran menghela nafas panjang. Ia tahu, memang hanya dirinya yang dapat menemukan Black Pearl.
“Tidak perlu. Siapkan pesawat untukku. Aku akan segera pergi ke Bumi.”
“Baik, Pangeran.”
            Pangeran pergi ke kamarnya. Mengemas beberapa barang yang sepertinya akan ia butuhkan di Bumi. Kreekk.. suara pinta terbuka. Pangeran berpaling untuk melihatnya. Ternyata penasehatnya datang. Ia sudah siap mendengarkan apa yang akan dikatakannya.
“Aku tahu. Tapi aku harus melakukannya.” Penasehat tertawa mendengarnya.
“Hamba belum mengatakan apa pun, Pangeran.” Jawab penasehat seraya tersenyum.
“Ya, aku sudah tahu apa yang akan kau katakan. Ayolah, Zyn. Aku benar – benar harus melakukannya. Kau kan tahu yang bisa menemukan Black pearl hanya aku seorang setelah Ibu meninggal.”
“Hamba mengerti, Pangeran. Tapi apa Pangeran tidak peduli pada Planet Exo? Pada rakyat Pangeran? Bagaimana nasib mereka?”
            Pangeran terdiam. Dalam hatinya mengakui kebenaran kata – kata penasehatnya. Jika ia meninggalkan planet Exo, maka tak ada kekuatan yang melindunginya. Bisa berbahaya jika ada yang menggunakan kesempatan itu. Namun, kini situasinya berbeda. Ia benar – benar harus pergi. Dalam keadaan terdesak, muncul ide di kepalanya. Ia tahu apa yang harus dilakukan.
“Zyn, apa aku bisa mempercayaimu?”
“Tentu saja. Ada apa Pangeran?”
“Kumpulkan energimu. Kau akan membutuhkannya. Temui aku 1 jam lagi di ruang rahasia. Ada beberapa hal yang harus kukerjakan. Pergilah!”
“Baik, Pangeran.” Penasehat itu pergi dengan tanda tanya di kepalanya. Semoga pangeran tidak melakukan hal yang ceroboh lagi, batinnya.
            Sementara Zyn mengumpulkan energinya, Pangeran pergi ke suatu tempat. Tentu saja tempat itu tidak diketahui oleh siapa pun karena Pangeran yang menciptakan tempat itu. Tempat itu disebut “Frewea”. Frewea adalah tempat di mana Pangeran bisa melakukan isi ulang akan energinya. Terutama jika ia sedang membutuhkan energi yang sangat besar seperti sekarang ini.
            1 jam kemudian, keduanya telah siap. Seperti yang dikatakan Pangeran, mereka bertemu di sebuah tempat rahasia.
“Sebenarnya apa yang akan Pangeran lakukan?”
“Aku akan memberikan kekuatanku padamu. Tentu saja hanya selama aku berada di Bumi. Dengan begitu, aku bisa pergi meninggalkan Exo sekaligus melindunginya.”
“Apa Pangeran sudah tahu resikonya?”
“Ya, aku tahu. Aku bisa terbunuh saat di Bumi kan? Tenang saja, Zyn. Aku bisa mengatasinya. Oh, dan selama kau menerima kekuatanku kau akan menyamar menjadi diriku. Jadi bersikaplah seperti seorang Pangeran dan nikmatilah, hahaha.”
“Mohon maaf sebelumnya, Pangeran.”
“Untuk apa? Bukankah aku yang menyuruhmu? Ehm, sepertinya ini akan memakan waktu yang lama. Tanpa kekuatanku, aku hanya bisa merasakan Black pearl. Ah, perjalanan panjang ya? Kalau begitu, mari kita lakukan sekarang.”
“Baik, pangeran.”
            Keduanya saling berhadapan. Dan ritualpun dimulai. Dalam waktu singkat, keduanya keluar dalam wujud yang berbeda.
“Pesawat sudah siap, Pangeran.”
“Aku berubah pikiran. Aku akan mengutus Zyn, penasehatku untuk mencarinya. Dan selama Zyn pergi, aku akan berada di kamar. Jadi jangan sampai ada yang menggangguku. Mengerti?!”
“Hamba mengerti.” Zyn lalu menghampiri Pangeran.
“Ingat, jangan sampai ada yang tahu, Zyn. Aku mengandalkanmu.”
“Baik, Pangeran. Berhati – hatilah.”
“Aku mengerti. Tolong jaga Planetku.” Zyn mengangguk tanda mengerti. Ia segera memerintahkan pengawal untuk memberangkatkan pesawat. Dan perjalanan panjang sang Pangeran pun dimulai..
********
Sore yang cerah. Tapi tidak untuk salah satu makhluk bumi yang satu ini. Ia sedang melakukan pekerjaannya. Ya, mungkin di dunia ini hanya ia yang mempunyai pekerjaan seperti itu.
“Yaa.. kau melamun lagi? Apa kau tidak bosan begitu terus setiap hari?”
“Oh, kau Yuri. Hehe.. aku merasa lebih baik saat merenung. Untuk catatan, aku merenung bukan melamun!”
“Ya..ya.. terserah kau saja. Minhyo, aku rasa kita sebaiknya pulang. Hari sudah mulai gelap.”
“Jinjja? Aigo! Aku baru sadar. Kita harus cepat!” Mereka segera pergi dan mempercepat mengayuh sepedanya. Tak lama, mereka berhenti di persimpangan. Rumah mereka berlawanan arah.
“Kau yakin tak mau ku antar pulang?”
“Tak perlu, Yuri. Gwenchana. Kita berpisah di sini saja. Hati – hati ya..” Minhyo meninggalkan Yuri yang masih terdiam di tempatnya. Saat Minhyo hilang dari pandangannya, barulah Yuri pergi.
            Aku tidak takut gelap. Aku tidak takut. Minhyo mengucapkan kalimat itu sepanjang jalan. Dari sekolah ke rumahnya, membutuhkan waktu sekitar 30 menit. Gawat! Sebentar lagi matahari terbenam. A..apa yang harus kulakukan? Ia menghentikan sepedanya. Nafasnya tersengal – sengal. Lalu Minhyo mengawasi sekeliling. Sepi! Tak ada siapa pun di sana. Matahari benar – benar telah tenggelam. Dan itu berarti petaka baginya.
            Minhyo semakin gemetar saat tiba – tiba suara gemeresak terdengar dari semak – semak yang ada di belakangnya. Ia tidak tahu apa yang harus di lakukan. Hatinya menyuruhnya untuk melihatnya. Setelah menarik nafas panjang, ia menoleh ke belakang. Tiba – tiba.. aaaaa… Minhyo menjerit sekerasnya. Ternyata tak ada apa pun. Minhyo tertawa sendiri. Ia menghentikan tawanya saat suara menggelinding mendekatinya.
“Uh? Apa ini? Sebuah kelereng?” Minhyo lalu mengambil dan mengamatinya. Ukurannya memang sebesar kelereng. Tapi ia tidak yakin karena belum pernah melihat kelereng yang seperti itu. Minhyo menggosok – gosok benda itu karena kotor. Lalu benda itu mengeluarkan sebuah cahaya yang menakjubkan. Tanpa disadari Minhyo tiba – tiba berada di sebuah tempat yang sangat asing baginya.
            “Tempat apa ini? E..X..O. EXO? Apa itu EXO?” Minhyo membaca tulisan di depan gerbang. Ia masuk dengan sendirinya. Sepertinya karena benda itu. Minhyo menuju singgasana. Tampak seorang Pangeran duduk. Wajahnya cemas. Ada sesuatu yang mengganggu pikirannya.
            Minhyo mengabaikannya. Ia menuju suatu ruangan. Ada seseorang di sana. Ia seperti mengerjakan sesuatu. “Saat ramuan ini selesai, Planet EXO akan menjadi milikku! Hahaha.. teruslah mencari Black Pearl Pangeran. Hahaha..!” Laki – laki itu meneruskan kembali pekerjaannya.
            “Planet EXO? Aku tidak ingat ada nama itu dalam tata surya. Ah, mungkin penemuan baru. Tapi.. bukankah yang duduk tadi seorang Pangeran? Kenapa kalimatnya tadi seakan – akan Pangeran sedang pergi?” Minhyo kembali ke singgasana tadi. Rupanya ia hendak memperingatkan Pangeran.
“Yaa.. kau. Siapa laki – laki yang ada di situ? Katanya saat kau sedang pergi, ia akan menguasai Planet ini. Tapi kau di sini kan? Ya.. apa kau tidak dengar? Ah, jinjja!” Minhyo menggoyang – goyangkan tubuh Pangeran itu. Tapi tidak ada respon apa pun darinya. Lalu Minhyo tersadar akan sesuatu.
“Tunggu sebentar. Planet EXO? Pangeran.. berarti kerajaan? A.. apa ini sebuah lelucon? Di mana aku? Aarrggkkhh…” Minhyo berteriak dan menutup matanya.
            Minhyo membuka matanya. Ia mengawasi sekeliling. Syukurlah ia berada di kamarnya. Ia teringat kejadian yang baru saja di alaminya. Kemudian Minhyo mencari benda yang membuatnya mengalami mimpi buruk. Sial! Tak ada di situ. Lalu?
“Eommaa..”
“Kau sudah sadar. Ada apa?” Ibunya membawakan sup untuknya.
“Apa yang terjadi? Seingatku..”
“Kau tadi pingsan di jalan. Temanmu menemukanmu dan membawamu pulang. Dia baik sekali. Apa dia pacarmu? Dia sangat tampan.”
“Nae chingu? Namja? Nuguya?” Minhyo mengingat daftar teman laki – lakinya. Ia tak banyak mempunyai teman laki – laki. Ya, mungkin karena sifatnya yang pendiam.
“Eomma, apa eomma kenal dengan laki – laki itu? Eomma kan kenal dengan semua temanku.”
“Eumm.. ani. Eomma belum pernah melihatnya. Sudah, kau tidur saja.”
“Arasseo.” Ibunya menutup pintu kamar. Ya, setiap malam lampu kamar Minhyo selalu hidup. Merebahkan diri di atas tempat tidur adalah ide yang bagus setelah semua yang terjadi. Siapa dia? Lalu apa tadi itu hanya mimpi? Tapi itu terlalu nyata untuk sebuah mimpi. Tak terasa karena memikirkan semua itu, ia tertidur.
Tak di sangka seseorang mengawasi rumah Minhyo dari seberang jalan. Aku menemukanmu Black Pearl. Tunggu hingga waktunya tiba. Aku akan mengeluarkanmu.
*******
“Ya, apa kau tahu hari ini ada murid baru? Gosipnya dia sangat tampan. Kyaa..” Yuri mulai mengkhayal dengan imajinasinya. Minhyo hanya tersenyum. Ia masih penasaran dengan kejadian semalam. Para penghuni kelas segera berhamburan mendengar suara guru mereka.
“Masuklah dan perkenalkan dirimu.” Semua mata tertuju ke pintu. Seorang laki – laki masuk. Ia berjalan dengan gayanya yang.. bisa membuat seorang gadis berlutut di hadapannya.
“Annyeong haseyo. Kim Jong In imnida.” Pandangannya menuju Minhyo. Minhyo juga memandangnya. Ia melihat dari kaki hingga kepala. Lumayan, pikirnya. Ia meneruskan membaca novel. Tak tertarik dengan laki – laki itu.
“Silahkan duduk di kursi kosong sebelah sana.”
“Ne. Gamsahamnida.” Ia menuju tempat yang dimaksud. Ternyata tempat itu persis  di belakang Minhyo.
“Sekarang kita lanjutkan pelajaran kemarin.”
“Annyeong, aku Kim Jong In. Siapa namamu?” Minhyo menoleh ke belakang. Ia mengamati orang itu.
“Oh, Minhyo imnida.” Minhyo kembali ke posisi semula. Jong di buatnya kesal. Aku tidak akan menyerah Black Pearl. Lihat saja! Gumam Jong In dalam hati. Kriingg.. bel istirahat berbunyi. Semua siswa berhamburan keluar.
“Minhyo, kajja kita makan.” Ajak Yuri.
“Aku harus ke perpus. Ada buku baru hari ini. Mian, Yuri.”
“Oh, gurae. Gwenchana. Aku duluan yaa..”
“Arasseo.” Minhyo melangkah ke luar. Dari belakang Jong mengikutinya. Ah, tampaknya butuh tenaga ekstra untuk melumpuhkanmu Black Pearl! Mereka berdua masuk ke perpustakaan.
Minhyo mencari – cari buku baru yang di dengarnya dari penjaga perpus. Seharusnya buku itu ada pada rak buku baru. Tapi hasilnya nihil. Ada di mana ya? Minhyo mengamati satu per satu buku tersebut.
“Kau mencari ini?” Jong mengacungkan buku itu di depan Minhyo.
“Ah, gomawo. Aku memang mencari..” Minhyo melihat pemberinya. “Ya. Kau rupanya? Apa kau mengikutiku? Berikan bukunya!” “Ssttt..” Minhyo baru sadar kalau ia berada di perpus. Jong tertawa.
“Kau menginginkannya bukan? Ah, aku harus memberimu syarat ya? Tenang saja. Kau boleh memilikinya. Temui aku di sini nanti sore jam 5. Jangan terlambat ya.” Jong melangkah keluar. Ia mengacungkan buku itu. Seperti isyarat, ayo, ambillah buku ini!
“Siapa dia? Apa dia pikir buku itu hanya satu – satunya?” Ia pergi ke tempat informasi.
“Permisi, apa buku fiksi terbaru masih ada?”
“Mian, buku terakhir telah di pinjam atas nama Kim Jong In. Untuk lainnya, akan kembali dalam waktu seminggu.”
“Oh, gurae. Gamsahamnida.” Minhyo keluar dari perpus. Ia menggeram karena kesal.
            Sorenya, Minhyo benar – benar akan menemui Jong. “Kau mau ke mana Minhyo? Sebentar lagi gelap.” Minhyo terdiam. “Ara. Aku hanya sebentar eomma.” Ia lalu pergi ke perpustakaan sekolahnya. Kau akan membayarnya, Jong!
            Kreekk.. Minhyo membuka pintu. Kepalanya melongok ke dalam dan melihat isinya. Tak ada siapa pun di sana. Ia berpikir bahwa Jong mengerjainya. Baru saja ia akan pergi saat handphonenya berbunyi. 1 pesan baru. Masuklah, aku ada di dalam. Jong In.
“Ya, neo michoseo? Kau menyuruhku masuk ke dalam tempat gelap ini? Tidak, terima kasih. Aku akan pergi.” Minhyo akan pergi. Pintu itu terbuka dan Jong muncul. Ia menarik tangan Minhyo dan masuk ke dalam. Jong mengunci pintu, lalu melangkah ke arah Minhyo. Minhyo ketakutan melihat wajah Jong. Ekspresinya sangat dingin bagaikan melihat mangsa.
“Ya, ya. A.. apa yang akan kaulakukan? Ya.. hajima!” Jong terus melangkah mendekatinya. Minhyo terus mundur hingga akhirnya langkahnya terhenti karena tubuhnya telah menabrak tembok. Ia tampak pasrah. “Hajima, jebal.” Jong tidak peduli. Ia malah mengunci posisi Minhyo. Jong sudah sangat dekat dengannya.
            Mereka saling berpandangan. Deg! Jantung mereka seakan berhenti. Sesaat mereka terpana. Apa ini? Aku tidak pernah merasakannya. Mereka sama – sama mengucapkannya dalam hati. Serempak mereka berkata, “Neo..” Jong lalu tersadar akan misinya. Ia memegang kedua tangan Minhyo lalu menyandarkannya di tembok sejajar dengan kepalanya. Minhyo hanya bisa pasrah. Ia tak dapat berkutik.
            Perlahan Jong mendekatkan kepalanya seperti hendak mencium Minhyo. “Ya, ya. Hentikan!!” Mendekat dan terus mendekat. Minhyo menutup matanya sambil berdoa dalam hati. Sedikit lagi! Jong berhenti lalu tersenyum. “Apa yang kau pikirkan? Kau ingin aku menciummu ya?” Jong tersenyum dan Minhyo membuka matanya. “Ya, apa maksudmu? Uh, bisakah kau agak mundur? Ini terlalu dekat!” Wajah Minhyo cemas.
“Ahh, aku suka posisi ini. Wae? Kau takut jatuh cinta padaku ya?” Jong akan mendekat lagi.
“Yaa.. michoseo? Hajimaa!!” Tiba – tiba terdengar suara gagang pintu. Mungkin penjaga malam. Jong langsung menarik tangan Minhyo kemudian membungkamnya. Posisinya tetap seperti tadi. Minhyo tetap berteriak walaupun ia tahu itu sia – sia.
            Setelah yakin penjaga itu telah pergi, Jong melepaskan tangannya dari mulut Minhyo. Ia kembali melakukan aksinya.
“Apa yang kau inginkan dariku?” Jong semakin mendekat.
“Kurang berapa sentimeter untuk mencapai tujuanku?” Jong tersenyum mengejek.
“Aku mohon. Aku akan memberikan apa pun. Hajima, jebal.” Jong berhenti.
“Apa pun?” “Ne. Apa pun yang kau inginkan.” Jong seperti berpikir.
“Bagaimana jika kau menyerahkan Black Pearl? Dan aku akan membiarkanmu pergi.” Sikap Jong mendingin. Black pearl? Sepertinya aku pernah mendengarnya. Tapi di mana?
“Ya, kenapa kau malah berdiskusi  dengan dirimu sendiri? Cepat serahkan!” Tiba – tiba Minhyo teringat kejadian malam itu. Minhyo menatap Jong.
“Apa kau.. Pangeran dari planet EXO?”
“Ya, aku Pangeran dari EXO.” Jong lalu tersadar. “Tunggu, bagaimana kau tahu..”
“Apa yang di maksud Black Pearl itu sebuah benda berwarna hitam berbentuk bulat?”
“Benar. Tapi darimana kau mengetahuinya?”
“Malam itu aku sedang perjalanan pulang. Lalu aku menemukan benda itu. Tiba – tiba saja aku sudah berada di Planet EXO. Aku melihatmu sedang duduk di singgasana dalam keadaan cemas. Lalu aku menuju ke sebuah tempat. Ada seorang pria yang sedang mengerjakan sesuatu.”
“Apa kau tahu apa yang dikerjakannya?”
“Molla. Tapi.. ya, bisakah kau mundur sedikit? Aku tidak nyaman!” Minhyo jadi kesal.
“Cepat lanjutkan!” Jong tidak peduli sedikit pun.
“Jinjja! Aku ingat dia berkata, saat ramuan ini selesai, Planet EXO akan menjadi milikku! Hahaha.. teruslah mencari Black Pearl Pangeran. Kurang lebih begitu.”
            Jong mundur. Ia tahu siapa dalang di balik semua ini. Ternyata penyihir itu yang telah menjatuhkan Black pearl ke Bumi. Dan ia berencana akan menguasai EXO saat dirinya tengah berada di Bumi. Ini gawat! Pikirnya.
“Ya, berikan Black Pearl padaku sekarang. Cepat!”
“Aku tidak tahu di mana benda itu.”
“Apa maksudmu tidak tahu? Jelas – jelas aku merasakan Black Pearl dari tubuhmu! Apa aku harus melucuti bajumu untuk menemukannya?!”
“Ya, aku memang tidak tahu! Setelah itu aku pingsan. Saat sadar, aku sudah berada di rumah dan benda itu tidak ada padaku!”
“Memang benar. Aku yang mengantarmu ke rumahmu. Saat itu aku memang tidak menemukannya. Tapi aku bisa merasakannya pada dirimu.”
“Mwo? Jadi kau laki – laki itu?” Minhyo tak percaya. Ternyata laki – laki ini yang membuatnya penasaran. Kenapa aku merasakannya? Padahal Black Pearl tidak ada padanya. Jong lalu menyadari sesuatu. Jangan – jangan..
“Kaulah Black Pearl.”
“Oh, nuguya?” Minhyo menoleh ke kanan dan ke kiri tapi yang ada hanya dirinya dan Jong. “Naega? Black Pearl? Ha.. ha.. kau bercanda!” Jong mendekatinya lagi. “Apa lagi? Bukankah kau sudah berjanji akan menghentikannya?” Kali ini Minhyo tidak mundur melainkan berlari. Jong mengejarnya. Minhyo membuka pintunya, tapi pintu itu terkunci. Ia berlari ke sisi lain.
“Ayolah Black Pearl! Kenapa kau melarikan diri?”
“Kenapa kau melakukan ini Jong? Aku tidak tahu apa pun!” Minhyo menangis sejadinya.
“Karena aku menginginkanmu Black Pearl.” Tiba – tiba Minhyo merasa sangat pusing. Tubuhnya terasa lunglai dan ia terkulai di lantai.
Jong segera menghampiri Minhyo yang tergeletak di lantai. Mainhae. Gara – gara aku kau jadi dalam bahaya. Jong membawa Minhyo pergi dari tempat itu.
*******
            Minhyo membuka matanya. Ia melihat sekeliling. “Ah, di mana lagi aku? Apakah harus mengalami kejadian yang sama berulang kali?!!” Ia menggerutu tak habis – habis.
“Ya, bisakah kau diam? Rumahku bisa roboh jika kau terus berteriak sekencang itu!”
“Rumahmu? Oh, kau punya rumah ternyata.”
“Neo..!” Minhyo akan beranjak dari tempatnya. “Kau mau ke mana? Istirahatlah, kau masih lemah.” Jong menidurkan kembali Minhyo.
“Uh, kenapa kau..”
“Tenang saja. Aku tidak akan melukaimu. Atau jangan – jangan kau berharap aku melakukannya padamu?”
“Yaa.. michoseo? Aku tidak akan melakukannya dengan keadaan seperti itu!”
“Oh, gurae? Aku tidak akan melakukannya dengan keadaan seperti itu. Bagaimana dengan keadaan sekarang?” Jong mendekat ke tempat tidur. Ia mendekatkan wajahnya ke wajah Minhyo.
“Hajima!! Aku tidak akan melakukannya dengan keadaan apa pun!”
“Diamlah! Aku hanya ingin merasakannya.”
“Mwo?” Minhyo mendorong tubuh Jong hingga terpental.
“Apa yang kau lakukan? Kau gila ya! Aku hanya ingin merasakan Black Pearl!” Jong meremas – remas bahunya. Sepertinya bahunya terbentur tembok saat ia di dorong tadi.
“Jinjja? Mianhae.” Minhyo jadi salah tingkah. Ia segera membantu Jong dan mendudukkannya di tempat tidur. Tak di sangka, Jong memeluk Minhyo. Kali ini Minhyo tidak menolak. Entah kenapa. Ia merasa tak berdaya dalam rangkulan Jong.
“Ikutlah denganku ke planet EXO. Kau akan menjadi ratuku.”
“Tapi Jong, aku tidak bisa meninggalkan keluargaku. Keluarkan saja Black Pearl dan kau bisa kembali.” Jong melepaskan rangkulannya.
“Ada sesuatu yang ingin kukatakan padamu. Black Pearl telah menyatu dengan tubuhmu. Jika Black Pearl kukeluarkan dari dirimu, maka kau juga akan mati.” Minhyo tersentak. Sekali lagi ia mengalami hal buruk.
“Ambillah Black Pearl itu. Aku sudah siap.” Minhyo tersenyum pada Jong. Senyuman Minhyo mengingatkannya pada senyuman ibunya. Persis! Mungkin ini sudah takdir mereka. Karenanya, Jong tahu apa yang harus di lakukannya. Ia berdiri, lalu menoleh ke arah Minhyo.
“Tidak perlu. Kau memang pantas memilikinya. Aku ingin tinggal, namun rakyatku menunggu di sana.” Jong tersenyum.
“Tapi.. bukankah itu benda paling berharga untukmu?”
“Gurae. Benda itu sekarang dirimu.” Jong memegang tangan Minhyo lalu merangkulnya.
“Besok aku temui di rumahmu jam 5.”
“Tapi bagaimana dengan Black Pearl?”
“Haha.. tidak perlu khawatir. Kau Black Pearl itu sekarang.” Minhyo tersenyum. “Kajja. Kuantar kau pulang.”
“Arasseo.”
       Sesampainya di rumah Minhyo, ternyata keluarganya sangat cemas karena Minhyo tak kunjung pulang. Jong menjelaskan semuanya. Tentu saja hanya sebagai alasan. Ia tidak mungkin menceritakan yang sebenarnya.
“Jadi begitu bi ceritanya. Sekali lagi saya minta maaf.”
“Ah, tidak usah sungkan begitu. Tidak papa kok. Kami hanya khawatir karena tidak biasanya Minhyo pulang larut.”
“Ah, terima kasih bi. Oh ya, jika boleh besok saya akan mengajak Minhyo keluar. Itu jika paman dan bibi tidak keberatan.”
“Oh, silahkan. Kami sama sekali tidak keberatan.”
“Ah, baiklah. Besok saya akan menjemputnya. Kalau begitu saya permisi dulu.”
“Kenapa terburu – buru? Baiklah, hati – hati di jalan ya.”
“Ne. Saya permisi.” Minhyo mengantarkan keluar.
“Omo! Kau pintar sekali membuat alasan.”
“Ya, begitulah. Besok jangan lupa.”
“Memangnya kita akan pergi ke mana?
“Yaa.. apa kau tidak ingin melihat pacarmu ini kembali ke tempat asalnya?”
“Mwo? Nae namja? Jangan berharap banyak dariku! Jadi, kau akan pergi besok?”
“Ne. Sebenarnya aku masih ingin di sini lebih lama lagi. Wae? Kau akan merindukanku kan? Sudahlah. Aku masih bisa datang lagi ke sini. Jadi jangan terlalu menangisiku.” Jong melihat ke arah Minhyo. Sepertinya Minhyo kesal dengan perkataan Jong tadi.
“Kau mau mati ya!”
“Ya..ya.. aku hanya bercanda!” Keduanya lalu tertawa. Jong melambaikan tangannya. Minhyo membalas lambaian tangannya. Ia lalu masuk ke dalam kamar. Ia tersenyum mengingat kejadian tadi. Sungguh tak di sangka Minhyo bisa mengalami hal yang luar biasa seperti itu.
********
            Paginya, Minhyo bersiap – siap menunggu Jong. Ya, hari ini hari minggu. Ting – tong.. bel rumahnya berbunyi. Jong sudah menunggu di depan. Minhyo lalu keluar menemuinya. Ia sudah meminta ijin eomma dan appanya.
“Kau cantik hari ini.” Jong mengulurkan tangannya.
“Jadi maksudmu aku tidak cantik kemarin – kemarin?”
“Tentu saja kau selalu cantik. Tapi hari ini kau lebih dari cantik.” Minhyo tersenyum. Ia menerima uluran tangan Jong. Mereka menuju ke suatu tempat di mana Jong akan kembali ke tempat asalnya.
“Kenapa kita ke sini? Bukankah kau akan pergi?”
“Ah, jinjja. Kau benar benar ingin aku pergi ya?”
“Mianhae. Aku kan hanya bertanya.” Jong menarik tangan Minhyo. Mereka lalu pergi ke tempat – tempat wisata di seoul. Seharian ini mereka ingin menghabiskan waktu bersama. Padahal mereka baru kenal beberapa hari sejak Jong pindah ke SMA Minhyo. Tapi mereka sudah seperti sepasang pemuda dan pemudi yang sudah lama beradu kasih.
            Sore harinya, mereka pergi ke Dadohae Haesang National Park. Pemandangan sunset sangat indah dari tempat itu. Mereka bergandengan tangan menuju bibir pantai lalu duduk di atas pasir sambil menunggu sunset tiba.
“Apa kau sangat suka pantai?” Tanya Jong.
“Aku sangat menyukainya. Hembusan anginnya terasa sangat sejuk. Itu membuatku merasa damai. Apa di Planet EXO ada pantai?”
“Eumm.. sepertinya tidak ada. Tapi aku bisa membuatnya.”
“Mwo? Bagaimana bisa itu disebut sebuah Planet? Tidak ada pantainya! Membuatnya? Jangan suka mengkhayal!”
“Aku memang bisa membuat apa pun yang kumau!” Jong jadi cemberut mendengar kata – kata Minhyo.
“Jinjja? Kalau begitu bisakah kau membuat pantai di sebelah rumahku?” Minhyo menjulurkan lidahnya mengejek Jong.
“Ah, kau ini. Tentu saja aku bisa! Tapi sekarang aku tidak punya kekuatan. Tunggu hingga aku ke sini lagi.”
“Aisshh.. memang kau akan ke sini lagi?”
“Tentu saja. Aku akan menemuimu pada ulang tahunmu yang ke 17.”
“Memangnya kau tahu?”
“Tentu saja. Aku mengetahui semua tentang dirimu, Black Pearl. Jadi tunggu saja aku, oke?”
“Arasseo. Kemarikan jari kelingkingmu.”
“Apa yang kau lakukan?”
“Ini adalah bukti agar kau tidak mengingkari janji.”
“Oh, ara. Sudah gelap. Kajja kita pulang.”
“Uhm, kajja kajja.”
            Sesampainya di rumah Minhyo, Jong menahannya agar ia tidak masuk. Ia memegang tangan Minhyo.
“Ada apa?”
“Aku akan pergi sekarang.”
“Oh, sekarang? Tapi aku tidak melihat pesawatmu.” Minhyo mengawasi sekitar. Jong tertawa kecil.
“Pesawatku tidak ada di sini. Lagi pula pesawatku juga tidak bisa di lihat oleh orang biasa. Saat ini aku hanya mempunyai kekuatan teleport.”
“Menghilang begitu saja?”
“Ne. Kau mengerti rupanya. Jadi.. annyeong?”
“Oh, annyeong. Berhati – hatilah!” Minhyo berjalan menuju pintu rumahnya. Belum 2 langkah, ia berhenti lalu menoleh ke belakang. Jong sudah tidak terlihat. Itu berarti dia sudah pergi. Minhyo meneteskan air matanya. Ia merasa sangat kehilangan. Tiba – tiba Jong muncul dan memeluk Minhyo. Ia membisikkan sesuatu di telinga Minhyo. “Tunggu aku di hari ulang tahunmu. Aku akan berada di sampingmu saat itu.”
“Aku pasti akan menunggumu.” Jong mengusap air mata Minhyo lalu menghilang. Kali ini ia benar – benar pergi. Minhyo tersenyum lalu memandang langit. “Sampai jumpa lagi, oppa!” Ia melambaikan tangan ke langit. Dari langit, Jong juga melambaikan tangan. Tunggu aku.. chagi!



to be continued. . .