“Bagaimana? Kau sudah menemukannya?”
“Maaf, Pangeran. Saya membawa berita
duka. Ternyata Black Pearl yang Pangeran cari telah jatuh di sebuah planet yang
bernama Bumi.”
“Apa?! Bagaimana bisa? Apa kau tahu
bahwa itu adalah benda paling berharga untukku? Benda itu peninggalan ibuku!
Perintahkan para pengawal untuk mencarinya! Aku tidak mau tahu. Black Pearl
harus berada di tanganku dalam 3 hari. Cepat pergilah!”
“Baik, Pangeran. Saya mohon diri.”
Pengawal itu segera beranjak pergi. Ia lalu mengumpulkan pasukan terbaik untuk
menjalankan misinya, yaitu mencari “Black Pearl”.
Pangeran duduk di
singgasananya. Ia tak habis pikir. Bagaimana bisa benda yang sangat berharga
untuknya bisa jatuh ke planet itu. Black Pearl sudah dilindunginya dengan
kekuatan yang luar biasa. Ia terus saja mengumpat. “Jika dalam 3 hari Black
Pearl tidak berada di tanganku, terpaksa harus aku yang mengambilnya sendiri.
Ibu, bantulah aku!” Pangeran meneteskan air matanya. Tanpa di sadari, seseorang
mengintip dari luar. Ia tersenyum, lalu pergi meninggalkan tempat itu.
3 hari kemudian,
para pengawal yang bertugas mencari Black Pearl telah kembali. Wajah mereka
tidak menentu antara takut, bingung atau entah apalah. Mereka menghadap sang
Pangeran.
“Beribu ampun, Pangeran. Kami tidak
berhasil menemukan Black Pearl.”
“Apaa??!! Jadi harus aku sendiri yang
mencarinya di planet itu?” Pangeran sangat emosi mendengarnya.
“Ampun, Pangeran. Kami akan mengawal
Pangeran.”
Pangeran menghela
nafas panjang. Ia tahu, memang hanya dirinya yang dapat menemukan Black Pearl.
“Tidak perlu. Siapkan pesawat untukku.
Aku akan segera pergi ke Bumi.”
“Baik, Pangeran.”
Pangeran pergi ke
kamarnya. Mengemas beberapa barang yang sepertinya akan ia butuhkan di Bumi.
Kreekk.. suara pinta terbuka. Pangeran berpaling untuk melihatnya. Ternyata
penasehatnya datang. Ia sudah siap mendengarkan apa yang akan dikatakannya.
“Aku tahu. Tapi aku harus
melakukannya.” Penasehat tertawa mendengarnya.
“Hamba belum mengatakan apa pun,
Pangeran.” Jawab penasehat seraya tersenyum.
“Ya, aku sudah tahu apa yang akan kau
katakan. Ayolah, Zyn. Aku benar – benar harus melakukannya. Kau kan tahu yang
bisa menemukan Black pearl hanya aku seorang setelah Ibu meninggal.”
“Hamba mengerti, Pangeran. Tapi apa
Pangeran tidak peduli pada Planet Exo? Pada rakyat Pangeran? Bagaimana nasib
mereka?”
Pangeran terdiam.
Dalam hatinya mengakui kebenaran kata – kata penasehatnya. Jika ia meninggalkan
planet Exo, maka tak ada kekuatan yang melindunginya. Bisa berbahaya jika ada
yang menggunakan kesempatan itu. Namun, kini situasinya berbeda. Ia benar –
benar harus pergi. Dalam keadaan terdesak, muncul ide di kepalanya. Ia tahu apa
yang harus dilakukan.
“Zyn, apa aku bisa mempercayaimu?”
“Tentu saja. Ada apa Pangeran?”
“Kumpulkan energimu. Kau akan
membutuhkannya. Temui aku 1 jam lagi di ruang rahasia. Ada beberapa hal yang
harus kukerjakan. Pergilah!”
“Baik, Pangeran.” Penasehat itu pergi
dengan tanda tanya di kepalanya. Semoga pangeran tidak melakukan hal yang
ceroboh lagi, batinnya.
Sementara Zyn
mengumpulkan energinya, Pangeran pergi ke suatu tempat. Tentu saja tempat itu
tidak diketahui oleh siapa pun karena Pangeran yang menciptakan tempat itu.
Tempat itu disebut “Frewea”. Frewea adalah tempat di mana Pangeran bisa
melakukan isi ulang akan energinya. Terutama jika ia sedang membutuhkan energi
yang sangat besar seperti sekarang ini.
1 jam kemudian,
keduanya telah siap. Seperti yang dikatakan Pangeran, mereka bertemu di sebuah
tempat rahasia.
“Sebenarnya apa yang akan Pangeran
lakukan?”
“Aku akan memberikan kekuatanku
padamu. Tentu saja hanya selama aku berada di Bumi. Dengan begitu, aku bisa
pergi meninggalkan Exo sekaligus melindunginya.”
“Apa Pangeran sudah tahu resikonya?”
“Ya, aku tahu. Aku bisa terbunuh saat
di Bumi kan? Tenang saja, Zyn. Aku bisa mengatasinya. Oh, dan selama kau
menerima kekuatanku kau akan menyamar menjadi diriku. Jadi bersikaplah seperti
seorang Pangeran dan nikmatilah, hahaha.”
“Mohon maaf sebelumnya, Pangeran.”
“Untuk apa? Bukankah aku yang
menyuruhmu? Ehm, sepertinya ini akan memakan waktu yang lama. Tanpa kekuatanku,
aku hanya bisa merasakan Black pearl. Ah, perjalanan panjang ya? Kalau begitu,
mari kita lakukan sekarang.”
“Baik, pangeran.”
Keduanya saling
berhadapan. Dan ritualpun dimulai. Dalam waktu singkat, keduanya keluar dalam
wujud yang berbeda.
“Pesawat sudah siap, Pangeran.”
“Aku berubah pikiran. Aku akan
mengutus Zyn, penasehatku untuk mencarinya. Dan selama Zyn pergi, aku akan
berada di kamar. Jadi jangan sampai ada yang menggangguku. Mengerti?!”
“Hamba mengerti.” Zyn lalu menghampiri
Pangeran.
“Ingat, jangan sampai ada yang tahu,
Zyn. Aku mengandalkanmu.”
“Baik, Pangeran. Berhati – hatilah.”
“Aku mengerti. Tolong jaga Planetku.”
Zyn mengangguk tanda mengerti. Ia segera memerintahkan pengawal untuk
memberangkatkan pesawat. Dan perjalanan panjang sang Pangeran pun dimulai..
********
Sore yang cerah. Tapi tidak untuk
salah satu makhluk bumi yang satu ini. Ia sedang melakukan pekerjaannya. Ya,
mungkin di dunia ini hanya ia yang mempunyai pekerjaan seperti itu.
“Yaa.. kau melamun lagi? Apa kau tidak
bosan begitu terus setiap hari?”
“Oh, kau Yuri. Hehe.. aku merasa lebih
baik saat merenung. Untuk catatan, aku merenung bukan melamun!”
“Ya..ya.. terserah kau saja. Minhyo,
aku rasa kita sebaiknya pulang. Hari sudah mulai gelap.”
“Jinjja? Aigo! Aku baru sadar. Kita
harus cepat!” Mereka segera pergi dan mempercepat mengayuh sepedanya. Tak lama,
mereka berhenti di persimpangan. Rumah mereka berlawanan arah.
“Kau yakin tak mau ku antar pulang?”
“Tak perlu, Yuri. Gwenchana. Kita
berpisah di sini saja. Hati – hati ya..” Minhyo meninggalkan Yuri yang masih
terdiam di tempatnya. Saat Minhyo hilang dari pandangannya, barulah Yuri pergi.
Aku tidak takut
gelap. Aku tidak takut. Minhyo mengucapkan kalimat itu sepanjang jalan. Dari
sekolah ke rumahnya, membutuhkan waktu sekitar 30 menit. Gawat! Sebentar lagi
matahari terbenam. A..apa yang harus kulakukan? Ia menghentikan sepedanya.
Nafasnya tersengal – sengal. Lalu Minhyo mengawasi sekeliling. Sepi! Tak ada
siapa pun di sana. Matahari benar – benar telah tenggelam. Dan itu berarti
petaka baginya.
Minhyo semakin
gemetar saat tiba – tiba suara gemeresak terdengar dari semak – semak yang ada
di belakangnya. Ia tidak tahu apa yang harus di lakukan. Hatinya menyuruhnya
untuk melihatnya. Setelah menarik nafas panjang, ia menoleh ke belakang. Tiba –
tiba.. aaaaa… Minhyo menjerit sekerasnya. Ternyata tak ada apa pun. Minhyo
tertawa sendiri. Ia menghentikan tawanya saat suara menggelinding mendekatinya.
“Uh? Apa ini? Sebuah kelereng?” Minhyo
lalu mengambil dan mengamatinya. Ukurannya memang sebesar kelereng. Tapi ia
tidak yakin karena belum pernah melihat kelereng yang seperti itu. Minhyo
menggosok – gosok benda itu karena kotor. Lalu benda itu mengeluarkan sebuah
cahaya yang menakjubkan. Tanpa disadari Minhyo tiba – tiba berada di sebuah
tempat yang sangat asing baginya.
“Tempat apa ini?
E..X..O. EXO? Apa itu EXO?” Minhyo membaca tulisan di depan gerbang. Ia masuk
dengan sendirinya. Sepertinya karena benda itu. Minhyo menuju singgasana.
Tampak seorang Pangeran duduk. Wajahnya cemas. Ada sesuatu yang mengganggu
pikirannya.
Minhyo
mengabaikannya. Ia menuju suatu ruangan. Ada seseorang di sana. Ia seperti
mengerjakan sesuatu. “Saat ramuan ini selesai, Planet EXO akan menjadi milikku!
Hahaha.. teruslah mencari Black Pearl Pangeran. Hahaha..!” Laki – laki itu
meneruskan kembali pekerjaannya.
“Planet EXO? Aku
tidak ingat ada nama itu dalam tata surya. Ah, mungkin penemuan baru. Tapi..
bukankah yang duduk tadi seorang Pangeran? Kenapa kalimatnya tadi seakan – akan
Pangeran sedang pergi?” Minhyo kembali ke singgasana tadi. Rupanya ia hendak
memperingatkan Pangeran.
“Yaa.. kau. Siapa laki – laki yang ada
di situ? Katanya saat kau sedang pergi, ia akan menguasai Planet ini. Tapi kau
di sini kan? Ya.. apa kau tidak dengar? Ah, jinjja!” Minhyo menggoyang –
goyangkan tubuh Pangeran itu. Tapi tidak ada respon apa pun darinya. Lalu
Minhyo tersadar akan sesuatu.
“Tunggu sebentar. Planet EXO?
Pangeran.. berarti kerajaan? A.. apa ini sebuah lelucon? Di mana aku?
Aarrggkkhh…” Minhyo berteriak dan menutup matanya.
Minhyo membuka
matanya. Ia mengawasi sekeliling. Syukurlah ia berada di kamarnya. Ia teringat
kejadian yang baru saja di alaminya. Kemudian Minhyo mencari benda yang
membuatnya mengalami mimpi buruk. Sial! Tak ada di situ. Lalu?
“Eommaa..”
“Kau sudah sadar. Ada apa?” Ibunya
membawakan sup untuknya.
“Apa yang terjadi? Seingatku..”
“Kau tadi pingsan di jalan. Temanmu
menemukanmu dan membawamu pulang. Dia baik sekali. Apa dia pacarmu? Dia sangat
tampan.”
“Nae chingu? Namja? Nuguya?” Minhyo
mengingat daftar teman laki – lakinya. Ia tak banyak mempunyai teman laki –
laki. Ya, mungkin karena sifatnya yang pendiam.
“Eomma, apa eomma kenal dengan laki –
laki itu? Eomma kan kenal dengan semua temanku.”
“Eumm.. ani. Eomma belum pernah
melihatnya. Sudah, kau tidur saja.”
“Arasseo.” Ibunya menutup pintu kamar.
Ya, setiap malam lampu kamar Minhyo selalu hidup. Merebahkan diri di atas
tempat tidur adalah ide yang bagus setelah semua yang terjadi. Siapa dia? Lalu
apa tadi itu hanya mimpi? Tapi itu terlalu nyata untuk sebuah mimpi. Tak terasa
karena memikirkan semua itu, ia tertidur.
Tak di sangka seseorang mengawasi
rumah Minhyo dari seberang jalan. Aku menemukanmu Black Pearl. Tunggu hingga
waktunya tiba. Aku akan mengeluarkanmu.
*******
“Ya, apa kau tahu hari ini ada murid
baru? Gosipnya dia sangat tampan. Kyaa..” Yuri mulai mengkhayal dengan
imajinasinya. Minhyo hanya tersenyum. Ia masih penasaran dengan kejadian semalam.
Para penghuni kelas segera berhamburan mendengar suara guru mereka.
“Masuklah dan perkenalkan dirimu.”
Semua mata tertuju ke pintu. Seorang laki – laki masuk. Ia berjalan dengan
gayanya yang.. bisa membuat seorang gadis berlutut di hadapannya.
“Annyeong haseyo. Kim Jong In imnida.”
Pandangannya menuju Minhyo. Minhyo juga memandangnya. Ia melihat dari kaki
hingga kepala. Lumayan, pikirnya. Ia meneruskan membaca novel. Tak tertarik
dengan laki – laki itu.
“Silahkan duduk di kursi kosong
sebelah sana.”
“Ne. Gamsahamnida.” Ia menuju tempat
yang dimaksud. Ternyata tempat itu persis
di belakang Minhyo.
“Sekarang kita lanjutkan pelajaran
kemarin.”
“Annyeong, aku Kim Jong In. Siapa
namamu?” Minhyo menoleh ke belakang. Ia mengamati orang itu.
“Oh, Minhyo imnida.” Minhyo kembali ke
posisi semula. Jong di buatnya kesal. Aku tidak akan menyerah Black Pearl.
Lihat saja! Gumam Jong In dalam hati. Kriingg.. bel istirahat berbunyi. Semua
siswa berhamburan keluar.
“Minhyo, kajja kita makan.” Ajak Yuri.
“Aku harus ke perpus. Ada buku baru
hari ini. Mian, Yuri.”
“Oh, gurae. Gwenchana. Aku duluan
yaa..”
“Arasseo.” Minhyo melangkah ke luar.
Dari belakang Jong mengikutinya. Ah, tampaknya butuh tenaga ekstra untuk
melumpuhkanmu Black Pearl! Mereka berdua masuk ke perpustakaan.
Minhyo mencari – cari buku baru yang
di dengarnya dari penjaga perpus. Seharusnya buku itu ada pada rak buku baru.
Tapi hasilnya nihil. Ada di mana ya? Minhyo mengamati satu per satu buku
tersebut.
“Kau mencari ini?” Jong mengacungkan
buku itu di depan Minhyo.
“Ah, gomawo. Aku memang mencari..”
Minhyo melihat pemberinya. “Ya. Kau rupanya? Apa kau mengikutiku? Berikan
bukunya!” “Ssttt..” Minhyo baru sadar kalau ia berada di perpus. Jong tertawa.
“Kau menginginkannya bukan? Ah, aku
harus memberimu syarat ya? Tenang saja. Kau boleh memilikinya. Temui aku di
sini nanti sore jam 5. Jangan terlambat ya.” Jong melangkah keluar. Ia
mengacungkan buku itu. Seperti isyarat, ayo, ambillah buku ini!
“Siapa dia? Apa dia pikir buku itu
hanya satu – satunya?” Ia pergi ke tempat informasi.
“Permisi, apa buku fiksi terbaru masih
ada?”
“Mian, buku terakhir telah di pinjam
atas nama Kim Jong In. Untuk lainnya, akan kembali dalam waktu seminggu.”
“Oh, gurae. Gamsahamnida.” Minhyo
keluar dari perpus. Ia menggeram karena kesal.
Sorenya, Minhyo
benar – benar akan menemui Jong. “Kau mau ke mana Minhyo? Sebentar lagi gelap.”
Minhyo terdiam. “Ara. Aku hanya sebentar eomma.” Ia lalu pergi ke perpustakaan
sekolahnya. Kau akan membayarnya, Jong!
Kreekk.. Minhyo
membuka pintu. Kepalanya melongok ke dalam dan melihat isinya. Tak ada siapa
pun di sana. Ia berpikir bahwa Jong mengerjainya. Baru saja ia akan pergi saat
handphonenya berbunyi. 1 pesan baru. Masuklah, aku ada di dalam. Jong In.
“Ya, neo michoseo? Kau menyuruhku
masuk ke dalam tempat gelap ini? Tidak, terima kasih. Aku akan pergi.” Minhyo
akan pergi. Pintu itu terbuka dan Jong muncul. Ia menarik tangan Minhyo dan
masuk ke dalam. Jong mengunci pintu, lalu melangkah ke arah Minhyo. Minhyo
ketakutan melihat wajah Jong. Ekspresinya sangat dingin bagaikan melihat
mangsa.
“Ya, ya. A.. apa yang akan kaulakukan?
Ya.. hajima!” Jong terus melangkah mendekatinya. Minhyo terus mundur hingga
akhirnya langkahnya terhenti karena tubuhnya telah menabrak tembok. Ia tampak
pasrah. “Hajima, jebal.” Jong tidak peduli. Ia malah mengunci posisi Minhyo. Jong
sudah sangat dekat dengannya.
Mereka saling
berpandangan. Deg! Jantung mereka seakan berhenti. Sesaat mereka terpana. Apa
ini? Aku tidak pernah merasakannya. Mereka sama – sama mengucapkannya dalam
hati. Serempak mereka berkata, “Neo..” Jong lalu tersadar akan misinya. Ia
memegang kedua tangan Minhyo lalu menyandarkannya di tembok sejajar dengan
kepalanya. Minhyo hanya bisa pasrah. Ia tak dapat berkutik.
Perlahan Jong
mendekatkan kepalanya seperti hendak mencium Minhyo. “Ya, ya. Hentikan!!”
Mendekat dan terus mendekat. Minhyo menutup matanya sambil berdoa dalam hati.
Sedikit lagi! Jong berhenti lalu tersenyum. “Apa yang kau pikirkan? Kau ingin
aku menciummu ya?” Jong tersenyum dan Minhyo membuka matanya. “Ya, apa
maksudmu? Uh, bisakah kau agak mundur? Ini terlalu dekat!” Wajah Minhyo cemas.
“Ahh, aku suka posisi ini. Wae? Kau
takut jatuh cinta padaku ya?” Jong akan mendekat lagi.
“Yaa.. michoseo? Hajimaa!!” Tiba –
tiba terdengar suara gagang pintu. Mungkin penjaga malam. Jong langsung menarik
tangan Minhyo kemudian membungkamnya. Posisinya tetap seperti tadi. Minhyo
tetap berteriak walaupun ia tahu itu sia – sia.
Setelah yakin penjaga
itu telah pergi, Jong melepaskan tangannya dari mulut Minhyo. Ia kembali
melakukan aksinya.
“Apa yang kau inginkan dariku?” Jong
semakin mendekat.
“Kurang berapa sentimeter untuk
mencapai tujuanku?” Jong tersenyum mengejek.
“Aku mohon. Aku akan memberikan apa
pun. Hajima, jebal.” Jong berhenti.
“Apa pun?” “Ne. Apa pun yang kau
inginkan.” Jong seperti berpikir.
“Bagaimana jika kau menyerahkan Black
Pearl? Dan aku akan membiarkanmu pergi.” Sikap Jong mendingin. Black pearl?
Sepertinya aku pernah mendengarnya. Tapi di mana?
“Ya, kenapa kau malah berdiskusi dengan dirimu sendiri? Cepat serahkan!” Tiba
– tiba Minhyo teringat kejadian malam itu. Minhyo menatap Jong.
“Apa kau.. Pangeran dari planet EXO?”
“Ya, aku Pangeran dari EXO.” Jong lalu
tersadar. “Tunggu, bagaimana kau tahu..”
“Apa yang di maksud Black Pearl itu
sebuah benda berwarna hitam berbentuk bulat?”
“Benar. Tapi darimana kau
mengetahuinya?”
“Malam itu aku sedang perjalanan
pulang. Lalu aku menemukan benda itu. Tiba – tiba saja aku sudah berada di
Planet EXO. Aku melihatmu sedang duduk di singgasana dalam keadaan cemas. Lalu
aku menuju ke sebuah tempat. Ada seorang pria yang sedang mengerjakan sesuatu.”
“Apa kau tahu apa yang dikerjakannya?”
“Molla. Tapi.. ya, bisakah kau mundur
sedikit? Aku tidak nyaman!” Minhyo jadi kesal.
“Cepat lanjutkan!” Jong tidak peduli
sedikit pun.
“Jinjja! Aku ingat dia berkata, saat
ramuan ini selesai, Planet EXO akan menjadi milikku! Hahaha.. teruslah mencari
Black Pearl Pangeran. Kurang lebih begitu.”
Jong mundur. Ia
tahu siapa dalang di balik semua ini. Ternyata penyihir itu yang telah
menjatuhkan Black pearl ke Bumi. Dan ia berencana akan menguasai EXO saat dirinya
tengah berada di Bumi. Ini gawat! Pikirnya.
“Ya, berikan Black Pearl padaku
sekarang. Cepat!”
“Aku tidak tahu di mana benda itu.”
“Apa maksudmu tidak tahu? Jelas –
jelas aku merasakan Black Pearl dari tubuhmu! Apa aku harus melucuti bajumu
untuk menemukannya?!”
“Ya, aku memang tidak tahu! Setelah
itu aku pingsan. Saat sadar, aku sudah berada di rumah dan benda itu tidak ada
padaku!”
“Memang benar. Aku yang mengantarmu ke
rumahmu. Saat itu aku memang tidak menemukannya. Tapi aku bisa merasakannya
pada dirimu.”
“Mwo? Jadi kau laki – laki itu?”
Minhyo tak percaya. Ternyata laki – laki ini yang membuatnya penasaran. Kenapa
aku merasakannya? Padahal Black Pearl tidak ada padanya. Jong lalu menyadari
sesuatu. Jangan – jangan..
“Kaulah Black Pearl.”
“Oh, nuguya?” Minhyo menoleh ke kanan
dan ke kiri tapi yang ada hanya dirinya dan Jong. “Naega? Black Pearl? Ha..
ha.. kau bercanda!” Jong mendekatinya lagi. “Apa lagi? Bukankah kau sudah
berjanji akan menghentikannya?” Kali ini Minhyo tidak mundur melainkan berlari.
Jong mengejarnya. Minhyo membuka pintunya, tapi pintu itu terkunci. Ia berlari
ke sisi lain.
“Ayolah Black Pearl! Kenapa kau
melarikan diri?”
“Kenapa kau melakukan ini Jong? Aku
tidak tahu apa pun!” Minhyo menangis sejadinya.
“Karena aku menginginkanmu Black Pearl.”
Tiba – tiba Minhyo merasa sangat pusing. Tubuhnya terasa lunglai dan ia
terkulai di lantai.
Jong segera menghampiri Minhyo yang
tergeletak di lantai. Mainhae. Gara – gara aku kau jadi dalam bahaya. Jong
membawa Minhyo pergi dari tempat itu.
*******
Minhyo membuka
matanya. Ia melihat sekeliling. “Ah, di mana lagi aku? Apakah harus mengalami
kejadian yang sama berulang kali?!!” Ia menggerutu tak habis – habis.
“Ya, bisakah kau diam? Rumahku bisa
roboh jika kau terus berteriak sekencang itu!”
“Rumahmu? Oh, kau punya rumah
ternyata.”
“Neo..!” Minhyo akan beranjak dari
tempatnya. “Kau mau ke mana? Istirahatlah, kau masih lemah.” Jong menidurkan
kembali Minhyo.
“Uh, kenapa kau..”
“Tenang saja. Aku tidak akan
melukaimu. Atau jangan – jangan kau berharap aku melakukannya padamu?”
“Yaa.. michoseo? Aku tidak akan
melakukannya dengan keadaan seperti itu!”
“Oh, gurae? Aku tidak akan
melakukannya dengan keadaan seperti itu. Bagaimana dengan keadaan sekarang?”
Jong mendekat ke tempat tidur. Ia mendekatkan wajahnya ke wajah Minhyo.
“Hajima!! Aku tidak akan melakukannya
dengan keadaan apa pun!”
“Diamlah! Aku hanya ingin
merasakannya.”
“Mwo?” Minhyo mendorong tubuh Jong
hingga terpental.
“Apa yang kau lakukan? Kau gila ya!
Aku hanya ingin merasakan Black Pearl!” Jong meremas – remas bahunya.
Sepertinya bahunya terbentur tembok saat ia di dorong tadi.
“Jinjja? Mianhae.” Minhyo jadi salah
tingkah. Ia segera membantu Jong dan mendudukkannya di tempat tidur. Tak di
sangka, Jong memeluk Minhyo. Kali ini Minhyo tidak menolak. Entah kenapa. Ia
merasa tak berdaya dalam rangkulan Jong.
“Ikutlah denganku ke planet EXO. Kau
akan menjadi ratuku.”
“Tapi Jong, aku tidak bisa
meninggalkan keluargaku. Keluarkan saja Black Pearl dan kau bisa kembali.” Jong
melepaskan rangkulannya.
“Ada sesuatu yang ingin kukatakan
padamu. Black Pearl telah menyatu dengan tubuhmu. Jika Black Pearl kukeluarkan
dari dirimu, maka kau juga akan mati.” Minhyo tersentak. Sekali lagi ia
mengalami hal buruk.
“Ambillah Black Pearl itu. Aku sudah
siap.” Minhyo tersenyum pada Jong. Senyuman Minhyo mengingatkannya pada
senyuman ibunya. Persis! Mungkin ini sudah takdir mereka. Karenanya, Jong tahu
apa yang harus di lakukannya. Ia berdiri, lalu menoleh ke arah Minhyo.
“Tidak perlu. Kau memang pantas
memilikinya. Aku ingin tinggal, namun rakyatku menunggu di sana.” Jong
tersenyum.
“Tapi.. bukankah itu benda paling
berharga untukmu?”
“Gurae. Benda itu sekarang dirimu.”
Jong memegang tangan Minhyo lalu merangkulnya.
“Besok aku temui di rumahmu jam 5.”
“Tapi bagaimana dengan Black Pearl?”
“Haha.. tidak perlu khawatir. Kau Black
Pearl itu sekarang.” Minhyo tersenyum. “Kajja. Kuantar kau pulang.”
“Arasseo.”
Sesampainya
di rumah Minhyo, ternyata keluarganya sangat cemas karena Minhyo tak kunjung
pulang. Jong menjelaskan semuanya. Tentu saja hanya sebagai alasan. Ia tidak
mungkin menceritakan yang sebenarnya.
“Jadi begitu bi ceritanya. Sekali lagi
saya minta maaf.”
“Ah, tidak usah sungkan begitu. Tidak
papa kok. Kami hanya khawatir karena tidak biasanya Minhyo pulang larut.”
“Ah, terima kasih bi. Oh ya, jika
boleh besok saya akan mengajak Minhyo keluar. Itu jika paman dan bibi tidak
keberatan.”
“Oh, silahkan. Kami sama sekali tidak
keberatan.”
“Ah, baiklah. Besok saya akan
menjemputnya. Kalau begitu saya permisi dulu.”
“Kenapa terburu – buru? Baiklah, hati
– hati di jalan ya.”
“Ne. Saya permisi.” Minhyo
mengantarkan keluar.
“Omo! Kau pintar sekali membuat alasan.”
“Ya, begitulah. Besok jangan lupa.”
“Memangnya kita akan pergi ke mana?
“Yaa.. apa kau tidak ingin melihat
pacarmu ini kembali ke tempat asalnya?”
“Mwo? Nae namja? Jangan berharap
banyak dariku! Jadi, kau akan pergi besok?”
“Ne. Sebenarnya aku masih ingin di
sini lebih lama lagi. Wae? Kau akan merindukanku kan? Sudahlah. Aku masih bisa
datang lagi ke sini. Jadi jangan terlalu menangisiku.” Jong melihat ke arah
Minhyo. Sepertinya Minhyo kesal dengan perkataan Jong tadi.
“Kau mau mati ya!”
“Ya..ya.. aku hanya bercanda!”
Keduanya lalu tertawa. Jong melambaikan tangannya. Minhyo membalas lambaian
tangannya. Ia lalu masuk ke dalam kamar. Ia tersenyum mengingat kejadian tadi. Sungguh
tak di sangka Minhyo bisa mengalami hal yang luar biasa seperti itu.
********
Paginya, Minhyo
bersiap – siap menunggu Jong. Ya, hari ini hari minggu. Ting – tong.. bel
rumahnya berbunyi. Jong sudah menunggu di depan. Minhyo lalu keluar menemuinya.
Ia sudah meminta ijin eomma dan appanya.
“Kau cantik hari ini.” Jong
mengulurkan tangannya.
“Jadi maksudmu aku tidak cantik
kemarin – kemarin?”
“Tentu saja kau selalu cantik. Tapi
hari ini kau lebih dari cantik.” Minhyo tersenyum. Ia menerima uluran tangan
Jong. Mereka menuju ke suatu tempat di mana Jong akan kembali ke tempat
asalnya.
“Kenapa kita ke sini? Bukankah kau
akan pergi?”
“Ah, jinjja. Kau benar benar ingin aku
pergi ya?”
“Mianhae. Aku kan hanya bertanya.”
Jong menarik tangan Minhyo. Mereka lalu pergi ke tempat – tempat wisata di
seoul. Seharian ini mereka ingin menghabiskan waktu bersama. Padahal mereka
baru kenal beberapa hari sejak Jong pindah ke SMA Minhyo. Tapi mereka sudah
seperti sepasang pemuda dan pemudi yang sudah lama beradu kasih.
Sore harinya,
mereka pergi ke Dadohae Haesang National Park. Pemandangan sunset sangat indah
dari tempat itu. Mereka bergandengan tangan menuju bibir pantai lalu duduk di
atas pasir sambil menunggu sunset tiba.
“Apa kau sangat suka pantai?” Tanya
Jong.
“Aku sangat menyukainya. Hembusan anginnya
terasa sangat sejuk. Itu membuatku merasa damai. Apa di Planet EXO ada pantai?”
“Eumm.. sepertinya tidak ada. Tapi aku
bisa membuatnya.”
“Mwo? Bagaimana bisa itu disebut
sebuah Planet? Tidak ada pantainya! Membuatnya? Jangan suka mengkhayal!”
“Aku memang bisa membuat apa pun yang
kumau!” Jong jadi cemberut mendengar kata – kata Minhyo.
“Jinjja? Kalau begitu bisakah kau
membuat pantai di sebelah rumahku?” Minhyo menjulurkan lidahnya mengejek Jong.
“Ah, kau ini. Tentu saja aku bisa!
Tapi sekarang aku tidak punya kekuatan. Tunggu hingga aku ke sini lagi.”
“Aisshh.. memang kau akan ke sini
lagi?”
“Tentu saja. Aku akan menemuimu pada
ulang tahunmu yang ke 17.”
“Memangnya kau tahu?”
“Tentu saja. Aku mengetahui semua
tentang dirimu, Black Pearl. Jadi tunggu saja aku, oke?”
“Arasseo. Kemarikan jari
kelingkingmu.”
“Apa yang kau lakukan?”
“Ini adalah bukti agar kau tidak
mengingkari janji.”
“Oh, ara. Sudah gelap. Kajja kita
pulang.”
“Uhm, kajja kajja.”
Sesampainya di
rumah Minhyo, Jong menahannya agar ia tidak masuk. Ia memegang tangan Minhyo.
“Ada apa?”
“Aku akan pergi sekarang.”
“Oh, sekarang? Tapi aku tidak melihat
pesawatmu.” Minhyo mengawasi sekitar. Jong tertawa kecil.
“Pesawatku tidak ada di sini. Lagi
pula pesawatku juga tidak bisa di lihat oleh orang biasa. Saat ini aku hanya
mempunyai kekuatan teleport.”
“Menghilang begitu saja?”
“Ne. Kau mengerti rupanya. Jadi..
annyeong?”
“Oh, annyeong. Berhati – hatilah!”
Minhyo berjalan menuju pintu rumahnya. Belum 2 langkah, ia berhenti lalu
menoleh ke belakang. Jong sudah tidak terlihat. Itu berarti dia sudah pergi. Minhyo
meneteskan air matanya. Ia merasa sangat kehilangan. Tiba – tiba Jong muncul
dan memeluk Minhyo. Ia membisikkan sesuatu di telinga Minhyo. “Tunggu aku di
hari ulang tahunmu. Aku akan berada di sampingmu saat itu.”
“Aku pasti akan menunggumu.” Jong
mengusap air mata Minhyo lalu menghilang. Kali ini ia benar – benar pergi.
Minhyo tersenyum lalu memandang langit. “Sampai jumpa lagi, oppa!” Ia
melambaikan tangan ke langit. Dari langit, Jong juga melambaikan tangan. Tunggu
aku.. chagi!
to be continued. . .